Manhaj Tarjih dan Fikih Perempuan: Mengapa Kontekstualisasi Itu Penting?

Tangkapan Layar Akademi Muballighah Nasyiah Jatim Daring

nasyiahjatim.or.id
—Akademi Muballighah Nasyiah Jatim pada hari kedua menghadirkan Ustadzah Lailatis Syarifah, Lc., M.A. Acara yang digelar Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) Jawa Timur ini disampaikan secara daring pada Kamis (20/03/2025) sore. Ustadzah Lailatis, Bendahara Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah ini menyoal Fikih Perempuan Perspektif Manhaj Tarjih. 

Ustadzah Latis—sapaan karibnya, menyampaikan sejarah awal mula isu perempuan mendapatkan perhatian dalam Muhammadiyah. Ia pun menjelaskan bahwa fikih perempuan dalam perspektif Muhammadiyah berdasarkan Al-Qur'an dan Sunah dengan penafsiran kontekstual dan tajdid.

Menurutnya, pandangan keagamaan fikih perempuan Muhammadiyah bukan bertujuan untuk mengikat perempuan sampai tidak bisa bergerak atau membebaskan sampai merugikan bagi perempuan. Tujuan dari fikih perempuan Muhammadiyah adalah agar perempuan bisa menjadi rahmat bagi alam semesta sebagi khalifatullah.

Alumni Al-Azhar Kairo ini juga menjelaskan perihal peran perempuan dalam domestik vs. publik. Manhaj muhammadiyah mendorong perempuan untuk bisa aktif beramal saleh di ruang publik tanpa mengabaikan keluarga. 

Di saat yang sama, manhaj Muhammadiyah tidak membatasi peran laki-laki dan untuk perempuan untuk sama-sama berperan baik dalam ruang domestik maupun publik. Keduanya adalah partner yang saling mendukung dengan pendekatan mu'asyarah bil ma'ruf

Perbedaan biologis perempuan bukan untuk mendiskriminasi salah satunya, namun saling melengkapi sebagai hamba Allah dalam beramal saleh. Keduanya sama-sama memiliki kewajiban untuk saling mendukung dalam meningkatkan keimanan,  keilmuan, dalam berdakwah, beramal saleh, bekerja, dan berperan dalam masyarakat.

Ia pun menambahi cerita dari kehidupan nyata. "Ada nggak yang kalau ibunya aktif organisasi lalu kerap disalahkan tiap anaknya nakal. Padahal pada laki-laki dan perempuan jika beramal saleh hidupnya akan baik (hayatan thayyibah)," kisahnya.

"Mereka meyakini bahwa hidup mereka dijamin Allah baik dengan bergerak di organisasi seperti Nasyiah. Jarang saya mendengar anaknya ibu Aisyiyah narkoba-an karena mereka berjuang untuk Allah," imbuhnya.

Dosen UIN Suka Yogyakarta ini pun menjelaskan perihal hijab dan pakaian syar'i haruslah sesuai maslahat. "Memakai celana boleh karena yang tidak diperbolehkan adalah membentuk tubuh," jelasnya. 

Ia pun menjelaskan perihal tapak tangan adalah bagian dalam (bathinul kaff) dan bagian luar (dzahirul kaff) sama-sama bukan aurat perempuan. "Jadi boleh kita salat menggunakan pakaian seperti ini. Pemakaian kaos kaki pun melihat maslahatnya. Dalam keadaan panas naik motor, ya, orang lebih memilih memakainya. Namun, saat pergi ke sawah, ya tidak perlu," tutur dosen Ekonomi Syari'ah ini.

Erfin Walida Rahmania