Stereotipisasi Perempuan Pemimpin di Masa Kepemimpinan Ratu Bilqis

Tangkapan Layar Nasyiah Ngaji Kitab

nasyiahjatim.or.id
—Nasyiah Ngaji Kitab yang digawangi Departemen Dakwah Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) Jawa Timur tiap Selasa malam dilaksanakan sembari menyambut Ramadan. Kajian tersebut merupakan kegiatan rutin mingguan yang membahas tentang kisah perempuan dalam kitab Mu'jam A'lam An-Nisa' fil Qur'anil 'Adzim (Ensiklopedi Perempuan dalam Al-Qur'an).

Selasa (4/2/2024) malam Nuarini Fidaris, moderator Ngaji Kitab, membuka kajian dengan membacakan potongan surat An-Naml ayat 29-35 dan ayat 41-44. Ayat tersebut membahas kisah Ratu Bilqis yang diundang oleh Nabi Sulaiman As. untuk mengunjungi kerajaannya. Diceritakan pula bahwa Ratu Bilqis kaget dengan keberadaan singgasananya di kediaman Nabi Sulaiman. Saat memasuki kediaman Nabi Sulaiman yang berlantaikan kaca, ia pun menyingkap bajunya hingga terlihat kedua betisnya. 

Ustadzah Lailatul Fithriyah Azzakiyah

Peserta kajian pun bergantian membaca kitab dan menerjemahkannya sembari dikoreksi oleh Ustadzah Lailatul Fithriyah Azzakiyah, pengampu Ngaji Kitab Nasyiah Jawa Timur. Setelah itu, Wakil Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Malang ini memberikan wawasan latar dalam kisah Ratu Bilqis, yakni Negeri Saba' di Yaman.


Negeri Saba' Menjadi Latar Kisah Ratu Bilqis

Dalam kesuburan negara Yaman tersebut, terdapat sebuah negeri yang bernama Saba’. Saba’ merupakan negeri dengan peradaban gemilang yang diperkirakan hidup sekitar 1000-115 SM. Sebuah negeri yang berdiri mewarisi negeri Muin (Ma'in atau Minaean).

Dalam Al-Qur'an, kata Saba’ disebut berkaitan dengan kisah ratu Bilqis yang oleh burung Hudhud dikatakan memiliki kerajaan yang luas. Di ayat lain, disebutkan  juga tentang sebuah negeri yang memiliki dua kebun yang indah. 

Nama Saba’ semula merujuk pada nama seorang lelaki Arab, Abdu Syams bin Syams bin Yasyjab bin Ya’rib bin Qathan. Dinamakan Saba’ karena dia adalah orang pertama yang melakukan perjalanan jauh (Saba’) ke Arab.

Menurut riwayat Muhammad bin Ishaq, Saba’ memiliki sepuluh anak. Enam di antara putra-putranya  menetap di Yaman dan empat lainnya bermukim di Syam. Anak yang menetap di Syam bernama: Lakham, Judzam, Ghassan, dan Amilah. Sementara yang berada di Yaman adalah: Azd, Asy’ar, Himyar, Madzhij, Anmar, dan Kindah.

Negeri Saba’ dengan ibukota Ma’rib menjadi  kota yang makmur. Letak geografisnya sangat strategis dan menguntungkan. Strategis karena menjadi rute perdagangan dengan beberapa kota di sekitarnya. Kota ini juga sangat  menguntungkan karena memiliki perkebunan yang memberi kemakmuran bagi rakyatnya.


Stereotipisasi Pemimpin Perempuan

Nyatanya, pelabelan negatif pada pemimpin perempuan tak hanya terjadi hari ini. Sejak ratusan tahun sebelum masehi pun, stereotipisasi pada perempuan yang memimpin negeri Saba’ pun terjadi.

Dikisahkan dalam kitab karya Imad al-Hilaly tersebut, bahwa Ratu Bilqis sempat dicemooh kaumnya lantaran seorang perempuan yang meneruskan kepemimpinan kerajaan.

Ialah Amru bin Abrahah menangkap Bilqis dan mendeskriditkannya agar ia turun dari kekuasaan. Namun, Ratu Bilqis sanggup melawannya.

Ratu Bilqis dikenal dengan ketajaman akal, kebenaran pikir, dan keagungan kemampuannya. Ia pun mencintai pembangunan, pemakmuran, dan peradaban. Maka tak heran jika ia meneruskan kepemimpinan kerajaan Saba’ sepeninggalan ayahnya. 

Meski demikian, tak menghindarkannya dari stereotipisasi buruk terhadap Ratu Bilqis sebagai pemimpin perempuan.

Erfin Walida, Wakil Ketua PWNA Jawa Timur, menegaskan bahwa kisah tersebut dapat menjadi refleksi bersama. "Melihat apa yang terjadi hari ini ternyata sudah terjadi sejak beberapa abad lalu, maka kita sebagai perempuan seyogyanya terus berjuang melawan stereotipisasi tersebut. Agar pemimpin perempuan mendapatkan tempat di masyarakat sebagaimana juga laki-laki," jelasnya

Hervina Emzulia