Ahmad Nurefendi Fradana (kanan) saat menyampaikan materi |
nasyiahjatim.or.id—Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) Jawa Timur bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) selenggarakan Lokakarya Ekoliterasi yang di ruang pertemuan Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
Berlangsung penuh antusiasme, kegiatan ini mengusung tema "Membaca, Menulis, Merawat". Para peserta yang hadir terdiri dari berbagai kalangan, termasuk pelajar, aktivis lingkungan, serta masyarakat umum yang tertarik pada isu ekologis dan keberlanjutan. Fendi, sapaan akrabnya, membuka lokakarya dengan menjelaskan pentingnya literasi ekologis dalam membangun kesadaran kolektif tentang tantangan lingkungan yang dihadapi saat ini.
Mengenal Literasi Ekologis: Lebih dari Sekadar Pengetahuan Lingkungan
Fendi memulai dengan penjelasan bahwa literasi dasar adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap individu. Ada enam jenis literasi dasar yang harus dikuasai, yaitu literasi membaca dan menulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital, serta literasi budaya dan kewargaan.
Pengembangan literasi manakala dititikberatkan pada literasi ekologis bukan hanya tentang pengetahuan mengenai alam, tetapi juga kemampuan untuk memahami, mengkritisi, dan menyebarluaskan informasi tentang hubungan antara manusia dan lingkungan. "Literasi ekologis adalah kemampuan untuk berpikir kritis dan memahami dampak yang dihasilkan oleh tindakan kita terhadap alam ini, serta bagaimana kita bisa merespons tantangan tersebut dengan cara yang konstruktif," ujar Ketua Umum PW IPM Jawa Timur 2012-2014 ini.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya peran media dalam membangun narasi ekologis. Menurutnya, media massa dan media sosial memiliki peran yang sangat besar dalam menyebarluaskan informasi dan mempengaruhi opini publik. "Media dapat menjadi sarana yang efektif untuk menyebarkan pesan-pesan lingkungan. Namun, media juga harus bertanggung jawab dalam memilih informasi yang akurat dan relevan agar tidak menyesatkan publik," pungkasnya.
Mahasiswa doktoral Unesa ini juga mengajak peserta untuk memanfaatkan media sosial pribadi mereka sebagai alat untuk menyebarkan kesadaran ekologis. "Setiap orang adalah agen perubahan. Melalui postingan atau cerita yang kita bagikan, kita bisa mempengaruhi orang lain untuk lebih peduli terhadap lingkungan."
Sesi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang sangat interaktif. Beberapa peserta bertanya tentang cara konkret yang bisa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk berliterasi membangun narasi ekologis,
Di akhir sesi, seluruh peserta diajak untuk mulai membangun narasi ekologis dari diri sendiri dengan mempertimbangkan norma, etika, dan pendekatan agama.
Sesi kedua ini tidak hanya memberikan pemahaman mendalam tentang pentingnya literasi ekologis, tetapi juga memberikan inspirasi bagi para peserta untuk mulai mengambil langkah-langkah kecil dalam membangun kesadaran ekologis di lingkungan mereka. Dengan pendekatan narasi yang tepat, diharapkan setiap individu bisa menjadi agen perubahan yang mendorong perbaikan lingkungan untuk masa depan yang lebih baik.
Nurul Mawaridah