Keluarga merupakan kelompok sosial
terkecil masyarakat yang memiliki peranan sangat vital dalam pembentukan sumberdaya
manusia yang handal dan berkualitas.
Keluarga berperan sebagai institusi pertama dan utama dalam mendidik,
melindungi serta menjaga keturunannya sesuai dengan nilai-nilai keluarga, norma
masyarakat dan agama yang dianut. Dengan demikian diharapkan dapat terbentuk generasi
yang tangguh dalam berbagai situasi dan kondisi.
Pada masa pandemi Corona, isu yang
banyak diperbincangkan adalah terkait jumlah penderita Corona dan jumlah korban
meninggal yang selalu diinformasikan di berbagai media. Adanya penderita dan korban meninggal dari
anggota keluarga akibat Corona menjadi risiko yang mengancam keluarga.
Problematika meningkatnya jumlah penderita dan korban meninggal ini semakin
memicu kekhawatiran berbagai pihak. Dalam hal ini pemerintah turut mengeluarkan
kebijakan-kebijakan dalam rangka melindungi anggota keluarga dari risiko
penularan. Adapun beberapa kebijakan tersebut berupa penutupan sekolah yang
diganti dengan sistem pembelajaran daring, physical
distancing, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Work from Home (WFH). Meskipun pada
kenyataannya kebijakan-kebijakan tersebut memicu munculnya berbagai
permasalahan lainnya yaitu menurunnya ketahanan ekonomi keluarga yang turut
berdampak pada ketahanan sosial dan psikologis keluarga. Dalam hal ini nilai-nilai
kebersamaan, komunikasi yang baik dan saling mendukung antar anggota keluarga inilah
yang harus senantiasa ditingkatkan sehingga keluarga dan individu yang berada di
dalamnya dapat mengembangkan mekanisme adaptasi dan pemecahan masalah yang
bertujuan untuk melindungi keluarga dari situasi krisis dan tekanan.
Keberhasilan pemerintah dalam menekan
dampak pandemi Corona, tidak terlepas dari adanya peranan kepatuhan keluarga
yang menjadi sentral utama dalam pelaksanaan kebijakan-kebijakan. Keluarga
berperan penting dalam melindungi, mensosialisasikan dan mengedukasi kepada
seluruh anggota keluarganya. Oleh karena itu penguatan fungsi keluarga sebagai
fungsi perlindungan, fungsi sosial dan pendidikan harus terus ditingkatkan.
Seiring dengan fluktuasi gelombang
pandemi, di sejumlah negara termasuk Indonesia, mulai melonggarkan kebijakan
terkait mobilitas melalui relaksasi PSBB, dimulainya work from office (WFO), sistem pembelajaran tatap muka terbatas, dibukanya
pusat perbelanjaan dan tempat wisata. Padahal
ternyata bahaya pandemi masih terus mengancam dan semakin banyak merenggut korban
jiwa. Kondisi tersebut pada akhirnya menuntut semua pihak untuk menerapkan pola
hidup baru berupa perubahan perilaku dalam menjalankan aktivitas normal yang
disertai dengan menerapkan protokol kesehatan. Kondisi inilah yang dikenal
sebagai kehidupan di era new normal atau normal baru. Perubahan perilaku dan
kekonsistenanlah yang menjadi kunci sukses dalam memasuki normal baru.
Masalah baru kembali muncul pada saat ada
relaksasi PSBB. Anggota keluarga beramai-ramai keluar rumah untuk berbagai
kegiatan, mengadakan perjalanan ke luar kota, bepergian ke pusat-pusat
perbelanjaan, berkunjung ke tempat-tempat rekreasi sehingga nampak seolah-olah
tidak terjadi pandemi Corona. Pada kenyataannnya yang terlihat justru bukanlah
new normal melainkan back to normal yang berarti kembali ke normal seperti
kondisi sebelumnya, sehingga memicu pertambahan kasus baru di era new normal. Pada
kondisi inilah peran keluarga sangat penting untuk selalu mengingatkan anggota
keluarganya agar patuh terhadap peraturan yang ada.
Keluarga merupakan satu-satunya lembaga
sosial yang diberi tanggungjawab pertama kali untuk mengenalkan tingkah laku
yang dikehendaki, mengajarkan penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya dan
penyesuaian diri dengan perubahan lingkungan yang terjadi. Keluarga merupakan
salah satu agen sosialisasi yang paling penting dalam mengajarkan
anggota-anggotanya mengenai aturan-aturan yang diharapkan oleh masyarakat.
Kemampuan keluarga mengendalikan individu secara terus menerus, merupakan
kekuatan sosial yang tidak dapat ditemukan pada lembaga lainnya. Oleh karena
itu kepatuhan-kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan sangat
dipengaruhi oleh kekuatan sosial dalam keluarga. Disinilah teori Gestalt sangat
menunjang perspektif keluarga pada masa pandemi Corona. Dalam hal ini seluruh
anggota keluarga dituntut untuk berproses mengembangkan insight. Insight tersebut
merupakan suatu pemahaman terhadap hubungan antar bagian dalam situasi
permasalahan sebagai pembentuk tingkah laku untuk menyikapi berbagai macam
perubahan akibat adanya pandemi ini.
Pandemi Corona telah banyak mempengaruhi
berbagai sistem lingkungan terutama lingkungan keluarga. Perubahan demi perubahan harus dihadapi oleh
keluarga pada setiap lini mulai dari sektor pendidikan, ekonomi, kesehatan dan
sebagainya. Hal ini tentu sangat memengaruhi pola kehidupan seluruh anggota
keluarga. Disinilah peran perspektif keluarga sangat menentukan keberhasilan
dan ketangguhan dalam menghadapi pandemi Corona ini.
Perspektif keluarga dapat dipengaruhi
oleh sistem lingkungan yang tentu mengandung risiko mengancam kesejahteraan dalam
keluarga. Di sisi lain sistem lingkungan juga memaksa keluarga agar menjadi
kuat bertahan dan bijaksana saat menghadapi pandemi Corona. Dalam hal ini orang tua dan anak-anak berada
pada fase disrupsi kehidupan yang berubah sangat drastis. Di sinilah peran
orang tua dalam menanamkan perspektif positif kepada seluruh anggota keluarga
dengan tujuan untuk meminimalisir kecemasan dan meningkatkan rasa ikhlas
menerima berbagai dampak adanya pandemi Corona ini. Segala bentuk perubahan
pembiasaan dalam penerapan protokol kesehatan dan pola hidup sehat jasmani
rohani tentu harus dapat dilaksanakan dengan semangat kesadaran bersama
sehingga akan terasa ringan saat menjalankannya. Selain itu perspektif keluarga
dalam hal kepekaan sosial juga menjadi
sangat penting untuk saling menjaga satu sama lain. Penguatan spiritual agama
juga harus dijadikan pondasi kuat dalam keluarga melalui aktifitas peribadatan,
berdo’a dan sejenisnya. Berbagai perspektif positif harus ditanamkan dan
dilaksanakan dengan disiplin sebagai bentuk ikhtiar maksimal yang diiringi
ketawakkalan atas segala ketentuan yang terjadi. Dengan demikian bukanlah hal
yang mustahil bahwa perspektif keluarga akan menentukan terwujudnya keluarga
tangguh dalam melawan Corona baik tangguh secara fisik maupun secara mental.
Sebagaimana kisah nyata seorang pengusaha kos-kosan dan bimbingan belajar di
daerah Kraton Kabupaten Pasuruan. Secara ekonomi, pemasukan finansial dari usaha
kos-kosan mengalami penurunan drastis dikarenakan terimbas oleh adanya PHK
karyawan besar-besaran di perusahaan sekitar. Padahal sebagian karyawan yang
terkena PHK tersebutlah yang menjadi penghuni kos-kosan. Selain itu aturan dari
daerah setempat juga melarang untuk menerima penghuni baru sehingga nyaris
operasional kos-kosan berhenti total. Sedangkan usaha bimbingan belajar yang
selama ini sebagai sumber income
keluarga pun terpaksa harus di nonaktifkan Hal ini tentu menjadi masalah yang
krusial dan berdampak pada keuangan keluarga. Namun perspektif positif dan
keikhlasan dalam menghadapi masalah tersebut menjadikan kehidupan di masa
pandemi Corona dapat dilalui dengan baik. Ujian kehidupan ternyata tidak hanya
itu saja, namun juga secara bersamaan anggota keluarga terpapar virus Corona
termasuk bayi yang berusia 5 bulan. Padahal ikhtiar maksimal dalam menerapkan
protokol kesehatan dan mengonsumsi berbagai suplemen penambah imunitas sebagai
upaya preventif juga telah dilaksanakan. Disinilah ketawakkalan benar-benar
diuji untuk dapat menganggap bahwa permasalahan yang muncul adalah sebagai
media peningkatan kualitas diri agar semakin terampil menemukan solusi yang
tepat. Penguatan perspektif keluarga berupa sikap optimis dan positive thinking inilah sebagai kunci keberhasilan
pembentukan pribadi yang tangguh dalam menghadapi pandemi Corona.
Biodata Penulis
Nurul Mawaridah
Mahasiswa Magister PAI Universitas Muhammadiyah Malang
IG: rosetiantrue17@instagram.com